Wednesday, May 1, 2013

masa depan libya pasca 2 tahun lengsernya gaddafi

Masa Depan Libya Pasca Dua Tahun Lengsernya Gaddafi

Serangan milisi bersenjata dan demonstran terhadap berbagai departemen Libya memicu ketegangan dan instabilitas keamanan di negara ini. Dalam beberapa hari terakhir milisi bersenjata menyerang sejumlah departemen termasuk departemen luar negeri dan keuangan Libya. Para milisi menuntut pembersihan departemen dan instansi resmi pemerintahn dari anasir-anasir rezim terguling.

Langkah ini terjadi di saat sejumlah warga menggelar aksi demonstrasi di depan departemen luar negeri di kota Tripoli dan menekankan pemecatan anasir rezim terguling Muammar Gaddafi. Sejumlah pemberitaan menyebutkan bahwa tengah digelar perundingan antara petinggi Libya di gedung Deplu guna membahas tuntutan para demonstran.

Di sisi lain, demonstran menuntut dilaksanakannya undang-undang pencopotan seluruh oknum yang terlibat dalam perusakan dan pembantaian warga. Isu ini berkaitan dengan ratifikasi undang-undang tersebut di parlemen nasional Libya yang sampai saat ini belum terealisasi.

Sejumlah pengamat meyakini bahwa pengaruh anasir rezim terguling di tubuh departemen dan instansi pemerintah menjadi faktor utama terganjalnya perealisasian dan pelaksanaan undang-undang pencopotan anasir yang berafiliasi dengan rezim terguling Gaddafi, namun ada pandangan lain yang berkembang di Libya akibat perebutan kekuasaan di antara kubu revolusioner, pemerintah saat ini dan ketua kabilah.

Para kepala suku yang berpengaruh di Libya dan mayoritasnya bersenjata memanfaatkan dengan baik kondisi tak menentu politik pemerintah berkuasa melalui pengobaran kekerasan serta ancaman terhadap pejabat resmi guna menjamin tuntutan mereka. Kubu-kubu yang menekan pemerintah termasuk milisi bersenjata sampai saat ini terus meningkatkan represinya terhadap pihak yang mengontrol komite rakyat melalui aksi-aksinya seperti pengepungan atau penyerangan departeman vital. Hal ini juga dimaksudkan untuk menekan pemerintah berkuasa saat ini.

Saat meletusnya revolusi, rakyat negara ini turut melapangkan jalannya revolusi dengan aksi pengepungan mereka terhadap departemen penting dan bahkan perusakan terhadap sejumlah instansi pemerintah demi menumbangkan rezim diktator Muammar Gaddafi. Kini sejumlah kubu, partai politik dan kabilah Libya yang merasa menuai berkah di era baru berusaha mengulang pengalaman tersebut untuk merongrong pemerintah yang berkuasa saat ini.

Sepertinya demonstran dengan aksinya mengepung departemen vital pemerintah berusaha mengirim pesan kepada pemimpin negara ini bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menghadapai pemerintah sementara. Namun yang pasti, instabilitas terbaru di Libya ini akibat tidak adanya sebuah undang-undang dasar yang tersusun guna mengelola negara.

Meski dua tahun telah berlalu dari tergulingnya diktator Muammar Gaddafi, namun sampai kini belum juga terbentuk instansi politik dan pemerintahan secara sempurna di negara ini. Kini Libya masih berada dalam fase mengecap pengalaman era transisi dan belum ada kesepakatan nasional terkait struktur pemerintahan baru di Tripoli. Lebih penting lagi, tidak ada pejabat yang memiliki pengalaman mengelola pemerintahan di Libya.

Mengingat serangkaian masalah ini  maka tak dapat dihindari munculnya instabilitas serta ketegangan politik dan sosial, khususnya milisi bersenjata tidak mengenal kecuali kekerasan. Tetapi mengingat sampai saat ini proses pembentukan pemerintah di Libya belum sempurna, berbagai kubu politik atau kelompok menginginkan untuk memanfaatkan kondisi tak menentu politik dan sosial di negara ini demi kepentingan pribadi atau sukunya.

Oleh karena itu, sepertinya untuk keluar dari kondisi kacau saat ini hanya ada satu solusi yaitu dialog nasional dan mencapai kesepahaman dengan berbagai kubu berpengaruh di masyarakat Libya. Semakin lambat solusi ini dilakukan, maka kemungkinan meletusnya aksi demonstrasi serupa dalam beberapa hari lalu juga semakin besar dan hal ini merupakan ancaman terbesar bagi pemerintahan baru Tripoli. (IRIB Indonesia/MF)

sumber : Indonesian.irib.ir (30 April 2013)

No comments: