Muchtar Effendi Harahap (NSEAS) - Teori Korupsi Sandera Negara Memahami Sikap Rezim Jokowi Atas Persoalan Proyek Meikarta
Dalam realitas obyektif, Proyek Pembangunan Kota Meikarta, Kabupaten Bekasi, belum mendapat “perizinan” lengkap. Tetapi, Korporasi Lippo Group sebagai Pemilik Proyek terus membangun fisik (kegiatan konstruksi) dan bahkan memasarkan produk Apartemen dll. kepada publik.
Sudah tersebar iklan di berbagai media massa dan medsos menandakan Lippo Group ini, menurut Wagub Jabar Deddy Mizwar, telah menciptakan “Negara dalam Negara”.
Ada banyak pihak dari komponen masyarakat madani seperti Yayasan Konsumen Pusat, Lingkungan Hidup Jabar, dan dari komponen pemerintahan seperti Pemda bahkan para anggota DPR RI menuntut agar Lippo Group menghentikan kegiatan konstruksi dan pemasaran produk proyek. Argumentasi dasar mereka, Lippo Group telah melanggar Peraturan perundang-undang berlaku. Lippo Group tidak menggubris dan mengabaikan begitu saja kritik, kecaman dan tuntutan pihak2 tsb.
Sementara itu, Rezim Jokowi tetap bersikap diam atas persoalan perizinan, kegiatan konstruksi dan pemasaran produk proyek ini. Persoalan bersikap diam Rezim Jokowi ini dapat dipahami dgn nenggunakan teori “Korupsi Sandera Negara” atau “Stare Capture Corruption”.
Bahwa Lippo Group sebagai Korporasi didukung gabungan Korporasi Asing (korporatokrasi internasional) mampu membuat Rezim Jokowi diam dan tidak bersikap atas persoalan Proyek Meikarta. Juga Korporasi Lippo Group lewat Rezim Jokowi mampu mendiktekan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk menerbitkan perizinan Proyek Pembangunan Kota Meikarta.
# Apa Itu Korupsi Sandera Negara?
Cita-cita bangsa merdeka berupa terwujudnya masyarakat Indonesia adil dan sejahtera, menjadi “soul and spirit” Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetap diperjuangkan oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan. Satu aspek mendesak wajib hadir dalam kehidupan bangsa dewasa ini adalah integritas negara—bangsa berdaulat, mandiri, dan bermartabat.
Hal ini menjadi tanggung jawab konstitusional penyelenggara kekuasaan negara seperti Rezim Jokowi. Tantangan paling serius dan berat bagi penyelenggara kekuasaan negara untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu—adalah memberantas korupsi telah menjadi “penyakit kronis” bangsa Indonesia.
Korupsi telah mengakibatkan gagalnya negara menjalankan politik seharusnya menguntungkan rakyat. Praktek korupsi menghisap hasil pembangunan untuk dinikmati segelintir orang, sebaliknya menyengsarakan rakyat banyak. Begitu kronisnya, Indonesia terus tercatat sebagai “juara dunia” di antara negara-negara tingkat korupsi tinggi di dunia.
Kondisi inilah membuat kinerja pemerintahan, baik di masa rejim otoriter Orde Baru sampai (bahkan cenderung lebih parah) pemerintahan era Jokowi sangat buruk, khususnya dalam menjalankan fungsi dan tugas negara melayani dan pro kepentingan rakyat banyak.
Namun, walaupun telah menggerogoti kemampuan negara dalam menjalankan fungsi dan tugas, korupsi jenis ini masih dikategorikan sebagai “korupsi biasa” alias ” Ikan Teri”. Ada satu jenis korupsi yang “paling berbahaya” alias “Ikan Kakap” sedang melumpuhkan kemampuan bangsa Indonesia mewujudkan cita2 kemerdekaan. Yaitu “State Capture Corruption” atau “Korupsi Sandera Negara’.
Melalui “konspirasi” berbagai kekuatan ekonomi-politik nasional dan internasional, disebut sebagai Korporatokrasi Internasional, mereka menguasai ekonomi, politik, dan sampai batas tertentu pertahanan dan keamanan.
Kekuasaan negara seperti Pemerintah (Eksekutif), DPR (Legislatif) dan Mahkamah Agung (Yudikatif) secara sadar atau tidak telah membuat keputusan dalam rangka menghamba pada kepentingan Korporasi nasional, regional dan global serta melakukan korupsi paling berbahaya. Mengapa? Karena dipertaruhkan adalah kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, bahkan kedaulatan pertahanan keamanan bangsa Indonesia.
State Capture Corruption terwujud dalam pembelian berbagai dekrit politik, pembuatan undang-undang dan kebijakan/keputusan Pemerintah oleh sektor Korporat dan penyalahgunaan wewenang dalam mendatangkan keuntungan ekonomi. Dengan kata lain, sebuah Korporasi atau Gabungan Korporasi (Korporatokrasi internasional) lewat Pemerintah/Rezim Kekuasaan mampu “membeli” atau “menyuap” peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah, mendiktekan ” Kontrak Karya ” di bidang pertambangan, perbankan, pertanian, kehutanan, pendidikan, dll.
Akibatnya Pemerintah sendiri hanya sekedar kepanjangan tangan Korporasi besar. Indonesia era Rezim Jokowi, fenomena Korupsi Sandera Negara ini kian meningkat dan meluas.
Hal ini dipengaruhi kebijakan pembangunan Rezim Jokowi. Walau tak luput juga pebgaruh dari Peraturan perundang-undang berlaku tentang metode pemilihan langsung Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, memperluas peluang intervensi Korporat dan prilaku Korupsi Sandera Negara di Indonesia.
Salah satu kasus korupsi, disebut juga kejahatan ekonomi, merefleksikan “State Capture Corruption” adalah kasus Proyek Pembangunan Kota Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jabar.
# Siapa Pemilik Proyek Pembangunan Kota Meikarta?
Proyek Meikarta akan dilaksanakan oleh Lippo Group dan beberapa Korporasi lain. Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia, didirikan Mochtar Riady. Grup ini memulai usaha dengan Bank Lippo, telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha properti. Lippo Group ini telah berposisi sebagai korporasi international bergerak hingga di Negara Cina.
Saat ini, Lippo Group dipimpin James Riady, anak Mochtar Riady. Pada 2016, perusahaan ini mulai merencanakan sebuah kota baru, yaitu Kota Meikarta. Diperkirakan akan selesai pada 2021.
Pendanaan Proyek Kota Meikarta ini mencapai Rp 278 triliun. Menurut James Ryadi, pendanaan dengan multiple partnership. Partner-partner ikut mendanai. Ada 120 perusahaan bermitra dengan Lippo Group, 30-40 kontraktor, 20-30 partner dari luar negeri seperti Mitsubishi, Toyota. Mitsubishi bangun 1.000 unit. Intinya dari sisi manajemen keuangan proyek, sumber pendanaan dominan dari Korporasi asing, bukan nasional apalagi lokal.
# Apa Persoalan Pokok Proyek Meikarta?
Pertama, hingga kini belum ada perizinan lengkap, tetapi LIPPO Group tetap melakukan kegiatan konstruksi dan pemasaran produk Apartemen dll. kepada masyarakat. Belum ada kepastian peruntukkan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan gedung, perizinan, dan jaminan pembangunan sebelum melakukan pemasaran. Lippo Group juga melanggar Perda Jabar Nomor 12/2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan.
Selanjutnya, IMB masih proses, namun promosi gencar Konstruksi belum mencapai 20 persen, tapi sudah promosi. Lippo Group mengklaim, Dalih Pre-project Selling dianggap lumrah, padahal rentan merugikan konsumen
Ketiga, berdasarkan OTT KPK, dalam pengurusan perizinan pimpinan pengurus Lippo Group telah memberi suap terhadap pejabat Pemkab Bekasi. KPK telah menetapkan sembilan Tersangka, lima Tersangka dari pemerintahan Bekasi, termasuk Bupati Neneng Hasanah Yasin dan pejabat dari beberapa dinas.
Sedangkan empat tersangka dari Lippo Group yakni Direktur Operasional Billy Sindoro, dua konsultan dan satu pegawai.
Keempat, kritikan dan kecaman dari Masyarakat madani, Pemerintahan Daerah, dan juga para individual anggota DPR-Ri, dll. Mereka umumnya menuntut agar Lippo Group menghentikan kegiatan konstruksi dan pemasaran produk karena belum dipenuhi perizinan lengkap alias tidak ada izin. Ada juga tuntutan agar KPK memutuskan, Lippo Group telah melajukan kejahatan ekonomi sejak awal dan diperkuat kasus suap melibatkan Pengurus Lippo Group, Direktur Operasional.
Beberapa di antaranya, menuduh Lippo Group telah melakukan kejahatan ekonomi karena itu harus bertanggungjawab secara hukum.
# Mengapa Rezim Jokowi Diam dan Tidak Bersikap Atas Persoalan Pokok Proyek Meikarta Ini?
Pertama, saat Jokowi bertarung utk memenangkan Pilpres 2014, sejumlah Kelompok Pelaku Usaha besar Taipan mendukung dan memfasilitasi Pasangan Jokowi-JK. Bahkan, Gubernur DKI Ahok pernah mengklaim, Jokowi takkan bisa jadi Presiden RI jika tidak didukung Para Developer Taipan.
Kedua, Lippo Group sakah satu Kelompok Pelaku Usaha besar Taipan telah membantu dan memfasilitasi Pasangan Jokowi-JK dalam Pilpres 2014. Beberapa sumber terpercaya memberi data dan fakta untuk ini.Pd saat Jokowi jadi Gubernur DKI 2012, 2013 dan 2014, popularitas dan elektabilitas Jokowi jadi Presiden RI meningkat pesat dgn rangkaian kegiatan Jokowi didukung peliputan media masif, intensif dan sustematis. Hal ini dikelola Tim Sukses dan Tim Politik’ Jokowi.
Stanley “Stan” Greenberg Konsultan Politik dari AS terlibat di dlm Tim Sukses dan Tim Politik Jokowi. Keterlibatan Stanley “Stan” Greenberg ini tidak dapat dipisahkan dari sosok James Ryadi, Konglomerat Pemilik Lippo Group dan First Media Group.
James Riady dan Stan Greenberg merupakan dua tokoh yang sama-sama sahabat baik mantan presiden AS, Bill Clinton. James Riady dan Stan Greenberg adalah dua tokoh sangat berjasa mengantarkan Bill Clinton terpilih sebagai Presiden AS pada pemilihan presiden 1992 dan 1996.
James Riady sebagai otak di balik kemenangan Jokowi ditenggarai memiliki kepentingan tertentu terhadap Jokowi ia dorong agar terpilih menjadi Presiden RI dalam pemilihan 9 Juli 2014. Sebagai konglomerat Indonesia, pemilik Grup Lippo dan Grup First Media, upaya James Riady menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI bukan hal mustahil, bahkan bukan hal sulit. Kiprahnya dalam Tim Sukses Bill Clinton pada pemilihan Presiden AS 1992 dan 1995 serta hubungan khusus dengan para elite AS menjadi modal besar sangat berguna bagi rencana besar menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI.
Sebuah sumber menegaskan, Rencana besar James Riady menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI mendapatkan bantuan sepenuhnya dari Mentornya, Antony Salim. Meski tidak secara langsung atau terbuka, Antony Salim membantu James Riady melalui tangan Chairul Tanjung, proxy (kuasa bisnis) Antony di Bank Mega dan Trans Corporation.
# Rezim Jokowi Menyerahkan Bintang Jasa Kepada Keluarga Lippo Group
Sebagai simbol penghambahan Rezim Jokowi terhadap Konglomerat Pendukung, Presiden Jokowi di Istana Negara, menyerahkan Bintang Jasa. Bintang Jasa itu diberikan sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 84/TK/TAHUN 2015 tanggal 7 Agustus 2015. Sesuai Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, kepada para tokoh memenuhi tiga kriteria, yakni berjasa besar di sesuatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran negara dan bangsa; pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain bermanfaat bagi bangsa dan negara; serta darma bakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
Pasangan mertua dan menantu disematkan bintang jasa: Mochtar Riady (Lippo Group) dan menantunya, Dato Sri Prof. Dr. Tahir, M.B.A., (pemilik Mayapada Group). Tahir adalah orang terkaya nomor 11 di Indonesia versi Forbes, penerbitan media yang juga miliknya itu. Kekayaannya mencapai US$1,75 miliar (setara Rp. 24 triliun). Istri Tahir, Rossy Riady, adalah putri Mochtar Riady yang juga pendiri H2H Outlet dan Yayasan Jadilah Terang. Mochtar sendiri adalah orang terkaya ke-5 di Indonesia versi Forbes tahun ini dengan total kekayaan US$ 2,2 miliar.
Penyematan Bintang Jasa bagi dua orang Konglomerat terkait Lippo Group menguatkan persepsi masyarakat tentang hubungan kepentingan harmonis Lippo Group dan Rezim Jokowi.
# Penutup :
Dengan nenggunakan teori “Korupsi Sandera Negara” Kita dapat MEMAHAMI dengan mudah mengapa Rezim Jokowi bersikap diam atas persoalan pokok Proyek Meikarta. Dukungan politik dan finansial Lippo Group memenangkan Pasangan Jokowi-JK dlm Pilpres 2014, salah satu sebab Rezim Jokowi menghambah kepada Lippo Group.
Apa solusi? Bagi Aktivis Pro Demokrasi dan Anti Korupsi Sandera Negara harus ada gerakan People Power yang konsisten mencapai sasaran strategis dengan kepemimpinan effektif dan sinerjik sehingga terputus hubungan perhambaan Rezim Jokowi terhadap Lippo Group dlm hal persoalan pokok Proyek Pembangunan Kota Meikarta Ini.
# Sasaran Strategi People Power : Suatu Rekomendasi
Sasaran strategis dimaksud pd prinsipnya pendekatan advokasi politik dan hukum.
Pertama, people power mendesak Rezim Jokowi bersikap membantu pihak2 berupaya menghentikan Proyek Meikarta, tidak justru melindungi.
Kedua, people power menekan KPK agar memutuskan Tersangka bukan saja pelaku individual Penerima dan Pemberi Suap pengurusan perizinan Proyek Meikarta, tetapi juga Korporasi Lippo Group sebagai Pelaku Kejahatan Ekonomi. Juga dilakukan Gugatan Hukum terhadap Lippo Group melalui KPK. Jika KPK tidak menjadikan Korporasi sebagai Tersangka, maka people power melakukan upaya “praperadilan KPK” di pengadilan negeri.
Ketiga, people power mendesak Pemerintah Kabupaten Bandung mencabut perizinan Proyek Meikarta yang sudah ada. Jika Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak bersedia, people power mengajukan Gugatan ke PTUN.
Keempat, mendesak Pemprov Jabar menerbitkan ketentuan pemberhentian pelaksanaan Proyek Meikarta dengan didahului tindakan penyegelan lokasi tapak proyek.
Kelima, people power mengugat secara pidana Lippo Group melalui ke Mabes Polri karena diduga telah melakukan tindak pidana terkait pelaksanaan Proyek Meikarta
Baca Juga
- Kolom Politik
No comments:
Post a Comment